“Ia yang di dalamnya cahaya akan berjumpa
cahaya di mana-mana”
Kerinduan mendalam akan tokoh yang layak ditauladani, itu salah satu bentuk
kerinduan generasi muda di zaman ini. Jika di negara-negara berkembang manusia
kekurangan tokoh bisa dimaklumi. Namun jika di negara maju yang makmur juga
kelangkaan tokoh, sungguh itu sebuah kesedihan mendalam.
Seorang sahabat yang berhati indah sempat terkejut tatkala pertama kali
mendengar kalau ada calon presiden dari Amerika Serikat yang menggunakan
ancaman terhadap agama orang lain sebagai tema kampanye. Amerika Serikat sudah
lama menjadi pemimpin terdepan dalam hal demokrasi dan hak-hak azasi manusia,
namun bagaimana mungkin di sana ada ancaman terhadap agama orang lain di depan
publik?
Suka tidak suka, itulah putaran zaman. Ia adalah masukan terang benderang kalau
tersedia semakin sedikit tokoh tauladan di mana-mana. Ia juga menjadi masukan
terang benderang kalau tersedia semakin sedikit cahaya di luar. Sekaligus
menjadi sebuah undangan untuk menemukan cahaya di dalam.
Belajar dari para sahabat yang membuka rahasia dirinya di sesi-sesi
meditasi, banyak sekali manusia yang teramat rindu akan orang tua yang
penyayang, rindu saudara dekat yang mau menerima, atau rindu sahabat dekat yang
mau mendengarkan. Ia semacam kerinduan akan hadirnya cahaya.
Sedihnya, semakin keras para sahabat meminta orang-orang di luar untuk
menyayangi, memaafkan, mendengarkan, semakin mereka kecewa karena harapan
mereka tidak pernah kunjung datang. Orang tua sudah sangat berat dengan beban
tubuhnya yang menua. Saudara dekat sudah berat menggendong beban keluarganya.
Lebih-lebih para sahabat yang tidak memiliki hubungan darah. Belum apa-apa
mereka sudah takut ketularan.
Semua pengalaman ini membimbing banyak sahabat pada sebuah pilihan yakni menemukan
malaikat penyelamat di dalam diri. Tidak mudah tentu saja. Namun tidak ada
pilihan lain. Di zaman yang demikian gelap ini, cahaya di dalamlah yang paling
bisa diandalkan.
Sebagai langkah permulaan, sangat-sangat disarankan untuk belajar memaafkan
diri sendiri. Segelap apa pun masa lalu, selalu sehat untuk memaafkan diri
sendiri. Memaafkan bukan tanda jiwa yang lemah. Sebaliknya, memaafkan adalah
piala bagi jiwa-jiwa yang sangat kuat. Hanya ia yang kuat yang memiliki
kemampuan untuk memaafkan.
Setelah memaafkan diri sendiri, indah kalau bisa belajar untuk melihat
sisi-sisi berkah dari semua musibah. Berkahnya orang tua tidak peduli, ia
membuat seseorang jadi mandiri. Berkahnya saudara dekat yang tidak bersahabat,
mereka mengajarkan untuk selalu rendah hati. Berkahnya atasan pemarah, ia
membuat kita untuk semakin sabar dari hari ke hari.
Begitu benih-benih cahaya di dalam mulai muncul karena ketekunan memaafkan
dan menerima, bagus kalau belajar banyak tersenyum. Senyuman tidak saja menjadi
jembatan penghubung dengan orang-orang di luar, senyuman juga jembatan
penghubung dengan jiwa yang bersemayam di dalam.
Siapa saja yang tekun dan tulus berlatih seperti ini, suatu hari keadaan
miskin tokoh di luar tidak saja tidak menganggu, tapi juga menghadirkan niat mulya
untuk menjadi cahaya penerang bagi banyak orang. Meminjam dari Bunda Teresa,
kata-kata indah yang tulus memang sangat pendek, namun pengaruhnya bisa sangat
panjang.
“Senyuman adalah sejenis malaikat yang
membimbing Anda ke mana pun Anda pergi”
Author: Gede Prama (copied 22-08-2016)
3 comments:
Great! Mantap.
Great! Mantap.
Bagus, Pak. indah sekali...
Post a Comment