Monday 22 August 2016

MALAIKAT DI DALAM DIRI


“Ia yang di dalamnya cahaya akan berjumpa cahaya di mana-mana”
Kerinduan mendalam akan tokoh yang layak ditauladani, itu salah satu bentuk kerinduan generasi muda di zaman ini. Jika di negara-negara berkembang manusia kekurangan tokoh bisa dimaklumi. Namun jika di negara maju yang makmur juga kelangkaan tokoh, sungguh itu sebuah kesedihan mendalam.
Seorang sahabat yang berhati indah sempat terkejut tatkala pertama kali mendengar kalau ada calon presiden dari Amerika Serikat yang menggunakan ancaman terhadap agama orang lain sebagai tema kampanye. Amerika Serikat sudah lama menjadi pemimpin terdepan dalam hal demokrasi dan hak-hak azasi manusia, namun bagaimana mungkin di sana ada ancaman terhadap agama orang lain di depan publik?

Suka tidak suka, itulah putaran zaman. Ia adalah masukan terang benderang kalau tersedia semakin sedikit tokoh tauladan di mana-mana. Ia juga menjadi masukan terang benderang kalau tersedia semakin sedikit cahaya di luar. Sekaligus menjadi sebuah undangan untuk menemukan cahaya di dalam.
Belajar dari para sahabat yang membuka rahasia dirinya di sesi-sesi meditasi, banyak sekali manusia yang teramat rindu akan orang tua yang penyayang, rindu saudara dekat yang mau menerima, atau rindu sahabat dekat yang mau mendengarkan. Ia semacam kerinduan akan hadirnya cahaya.
Sedihnya, semakin keras para sahabat meminta orang-orang di luar untuk menyayangi, memaafkan, mendengarkan, semakin mereka kecewa karena harapan mereka tidak pernah kunjung datang. Orang tua sudah sangat berat dengan beban tubuhnya yang menua. Saudara dekat sudah berat menggendong beban keluarganya. Lebih-lebih para sahabat yang tidak memiliki hubungan darah. Belum apa-apa mereka sudah takut ketularan.
Semua pengalaman ini membimbing banyak sahabat pada sebuah pilihan yakni menemukan malaikat penyelamat di dalam diri. Tidak mudah tentu saja. Namun tidak ada pilihan lain. Di zaman yang demikian gelap ini, cahaya di dalamlah yang paling bisa diandalkan.
Sebagai langkah permulaan, sangat-sangat disarankan untuk belajar memaafkan diri sendiri. Segelap apa pun masa lalu, selalu sehat untuk memaafkan diri sendiri. Memaafkan bukan tanda jiwa yang lemah. Sebaliknya, memaafkan adalah piala bagi jiwa-jiwa yang sangat kuat. Hanya ia yang kuat yang memiliki kemampuan untuk memaafkan.
Setelah memaafkan diri sendiri, indah kalau bisa belajar untuk melihat sisi-sisi berkah dari semua musibah. Berkahnya orang tua tidak peduli, ia membuat seseorang jadi mandiri. Berkahnya saudara dekat yang tidak bersahabat, mereka mengajarkan untuk selalu rendah hati. Berkahnya atasan pemarah, ia membuat kita untuk semakin sabar dari hari ke hari.
Begitu benih-benih cahaya di dalam mulai muncul karena ketekunan memaafkan dan menerima, bagus kalau belajar banyak tersenyum. Senyuman tidak saja menjadi jembatan penghubung dengan orang-orang di luar, senyuman juga jembatan penghubung dengan jiwa yang bersemayam di dalam.
Siapa saja yang tekun dan tulus berlatih seperti ini, suatu hari keadaan miskin tokoh di luar tidak saja tidak menganggu, tapi juga menghadirkan niat mulya untuk menjadi cahaya penerang bagi banyak orang. Meminjam dari Bunda Teresa, kata-kata indah yang tulus memang sangat pendek, namun pengaruhnya bisa sangat panjang.
“Senyuman adalah sejenis malaikat yang membimbing Anda ke mana pun Anda pergi”
Author: Gede Prama (copied 22-08-2016)

THE WALKING CANDLES 


“Kegelapan yang berjalan”, itu salah satu ciri sahabat yang resah dan gelisah. Logika tidak memberikan jawaban memuaskan, rasa juga serupa. Saran orang lain meragukan, pendapat keluarga mencurigakan. Orang-orang dekat terlihat tidak bersahabat, orang-orang jauh apa lagi. Akibatnya mudah ditebak, semua arah miskin cahaya. Semua langkah menuju arah yang berbahaya.
Dan mengacu pada ramalan WHO (organisasi kesehatan dunia) yang meramalkan kalau mulai tahun 2020 sakit mental akan lebih berbahaya dibandingkan sakit fisik, kuantitas dan kualitas manusia yang di dalamnya gelap tampaknya akan terus bertambah. Ada yang menyebut ini beban, ada juga yang menyebut ini kesempatan.
Di jalan-jalan cahaya, hadirnya kegelapan di sana-sini adalah bel kosmik yang mengundang sebanyak mungkin manusia untuk menjadi pembawa cahaya. Dengan kata lain, ini adalah kesempatan untuk memancarkan cahaya. Bukannya bel kematian bagi pembawa-pembawa cahaya.

Mengacu pada cerita banyak sahabat yang membuka rahasia dirinya di sesi-sesi meditasi, salah satu ciri jiwa yang gelap di dalamnya adalah terlalu sedikit dipuji sejak kecil. Sebaliknya malah terlalu sering dihakimi dan dimaki. Penghakiman keluarga dan lingkungan inilah yang membuat tidak sedikit manusia yang mengunci rapat-rapat ruang jiwanya di dalam sehingga terus menerus gelap.
Itu sebabnya, bisa dipahami kalau pemikir humanis bernama Dale Carnegie pernah mewariskan pesan, pujian bukanlah perkara kecil. Asal dilakukan secara tulus dan halus, dalam kuantitas dan kualitas yang pas, pujian bisa menghadirkan cahaya indah ke ruang gelap orang-orang. Sering terjadi, pujian kecil yang pas dan ringkas bisa membuat seseorang bahagia sepanjang hari.
Terinspirasi dari sini, jangan pernah pelit dengan pujian. Pujian tidak saja gratis, tapi juga bisa menyelamatkan banyak sekali jiwa yang sedang gelap. Pekerjaan rumahnya kemudian, bagaimana melatih diri agar bisa memberikan pujian secara tepat sekaligus menyentuh.
Sejujurnya, setiap jiwa itu unik. Jika statistik mau membuang keunikan melalui pendekatan rata-rata, dalam hubungan antarmanusia justru keunikan itulah jendela dari mana seseorang bisa berbagi cahaya. Oleh karena itu, selalu perhatikan ciri-ciri unik namun positif dari setiap orang yang dijumpai.
Sebagian wanita suka dengan hal-hal yang berbau kecantikan. Jika suatu hari Anda menemukan teman wanita habis potong rambut, serta terlihat potongan rambutnya menarik, tidak ada salahnya berucap seperti ini: “potongan rambutnya bagus, potong rambut di mana?”. Atau jika lips sticknya berwarna indah, bagus kalau Anda melihat bibirnya sambil bergumam pelan: “lips sticknya merk apa?”.
Jika sebagian wanita suka kecantikan, sebagian pria lebih mudah membuka jendela jiwanya kalau lawan bicaranya mengerti kebanggaan-kebanggaanya. Seorang sahabat pria yang mulai menua suka sekali bercerita tentang pengalamannya naik kapal pesiar. Jika ia diajak berbicara kapal pesiar, ia bisa bercerita berjam-jam tanpa henti.
Melalui pendekatan seperti ini, kecerdasan untuk memuji orang secara pas dan khas bisa membuat Anda menjadi lilin berjalan. Setiap pertanyaan dan pujian menghadirkan kilatan-kilatan cahaya ke dalam ruang-ruang gelap orang lain. Dan ia tidak saja membuat jiwa orang lain jadi terang, tapi juga membuat jiwa Anda tambah indah dari hari ke hari.
Penulis: Gede Prama (copied 22-8-2016)