Sunday 17 February 2008

INVISIBLE HANDS ... ( 2 ) ...

Buah Salak di Balik Duri
Allah is The Holiest...
Allah is The Richest...
Allah is The Highest...
Allah is The Greatest...
May Allah Bless Us Forever...

Suatu hari di musim kemarau yang panas, si Anak Rakyat Jelata ( Araj ) dengan teman-teman sekelasnya berlarian pulang dari sekolah. Si Araj baru kelas 4 SD saat itu. Jarak antara sekolah dengan perkampungan tempat tinggal Si Araj sekitar 1,5 kilometer. Mereka tidak melewati jalan utama desa karena selain untuk menghindari 'sekeluarga' anjing galak yang dipelihara dan sering dibawa oleh pemilik warung 'aneh' penjual gerabah dari tanah yang suka mengejar anak-anak juga karena jalan lebih panjang, panas dan berdebu ( maklum karena belum di aspal ), tetapi melewati jalan-jalan setapak di sela-sela pepohonan yang rindang di tengah-tengah kampung.

Si Araj hampir tidak pernah jajan saat itu sehingga hari-hari pulang sekolah adalah saat-saat haus dan lapar mendera apalagi di musim panas dengan matahari terik di atas ubun-ubun.
Sepanjang jalan, kadang-kadang mereka berhenti sejenak dan mata saling menyisir ke seluruh sudut tanah bila melewati pohon-pohon buah apa saja dengan harapan bisa menemukan buah buahan yang jatuh yang bisa sedikit mengganjal perut dan melepas dahaga.

Saat perjalanan menyusuri tebing sungai, sampailah si Araj dan teman-temanya di atas lubuk yang cukup dalam yang di atasnya tumbuh serumpun pohon buah salak liar yang sudah cukup besar. Hampir tiap hari saat melewati rumpun pohon salak itu semua teman-teman Si Araj berebut untuk mencari-cari buah salak dengan cara memasukan tangannya di sela-sela duri-durinya yang tajam. Dan sepanjang yang Araj tahu, belum pernah sekalipun teman-teman Araj bisa medapatkan buah salak yang mereka cari. Malah kebanyakan mereka pasti tanganya terluka dan berdarah terkena duri walaupun mereka sudah berhati-hati.

Si Araj sejak dulu tidak mempunyai tabiat untuk berebut dengan kekuatan tenaga atau otot dan tidak pernah diberi kesempatan untuk ikut berkompetisi mencari buah salak tersebut karena mereka melakukanya dengan cepat bak serangan kilat ( blitz kriegs...? ) serta was-was takut ketahuan dan dimarahi oleh si pemilik kebun. Dan dasar masih bocah, mereka juga saling men’celakakan’ dan ‘rivalry/bersaingan’ yaitu kelompok anak lain akan segera ‘menyalak-nyalak’ dengan keras dan ganas bila sekelompok anak ‘sainganya’ kepergok sedang mencuri buah milik orang lain, dengan harapan kelompok ‘si pencuri sainganya’ akan ketahuan dan tertangkap basah oleh si pemilik kebun – kemudian biar orang tuanya malu dan mendapat aib kalau anaknya dilaporkan tertangkap basah ‘mencuri’ --- ini yang paling ditakuti oleh si Araj karena orang tua si Araj sangat 'galak' dan tidak ada kompromi kalau menyangkut akhlak anak-anaknya.

Nah hari itu, seperti biasa teman-teman si Araj berebut untuk saling mendahului mencari buah salak. Dan mereka biasanya melakukanya secara bergantian karena hanya ada satu lubang cukup besar disela-sela rumpun pohon salak itu yang nampaknya terbentuk karena saking seringnya dilewati oleh lengan-lengan siapa saja yang mau mencari salak. Dan mereka sebenarnya juga tahu bahwa kelompok anak-anak lain baru saja mendahului melakukan hal yang sama. Tetapi karena terdorong oleh sifat anak-anak yang selalu ingin mencoba-coba dan juga rasa selalu penasaran karena buah salak saat itu masih termasuk buah langka dan elit-enak rasanya disebabkan mereka jarang memakannya. Dan hari itu, seperti hari-hari biasanya, semua nihil, tak ada satupun anak yang berhasil memperoleh buah salak yang selalu menjadi incaran, idaman dan impian.

Terdorong oleh rasa penasaran, rasa ‘kasihan’ kepada teman-temannya yang selalu gagal dan juga karena Si Araj sendiri ingin menikmati lezatnya buah salak, apalagi saat lapar dan dahaga seperti saat itu, Si Áraj iseng-iseng memasukan tanganya di sela-sela pohon salak itu seperti yang dilakukan teman-temanya setiap hari. Dan ... seolah ada ‘invisible hands’ ... tangan si Araj berhasil masuk ke tengah-tengah rumpun pohon salak itu dengan mudah dan tidak terkena duri-durinya. Dan ‘subhanalloh’ saat jari-jari tangan Si Araj sedang memulai menggapai-gapai sesuatu di balik duri-duri pohon salak itu, tiba-tiba tangan Si Araj ‘menerima’ sebutir buah salak yang besar seolah ada ‘tangan’ yang memberikan dan menggenggamkannya.

Si Araj sendiri bengong, bingung dan ‘takjub’ karena begitu cepat dan mudahnya dia memperoleh buah salak ( yang selalu menjadi incaran semua anak-anak 'nggragas ' ) walau baru sekali itu dia ‘iseng’ ikut-ikutan teman mencari salak dan untuk yang pertama kalinya dalam hidup si Araj ‘memetik’ buah salak langsung dari pohonnya. Dan yang lebih mem’bahagiakan’ dan melegakan adalah Si Araj bisa berbagi dengan teman-temanya ( yang kelihatanya juga pada ikut bengong, penasaran dan keheranan seolah tidak percaya ) untuk menikmati buah salak yang besar, harum dan manis itu bersama-sama
.




Den Haag, 17 February 2008

No comments: