Tuesday 30 September 2008

RENUNGAN QOLBU AKHIR RAMADHAN 1429 H

1. Di ujung Ramadhan tahun ini, yang kebetulan Ramadhan ke 2 di negeri Kincir Angin, ingatan kami terusik pada moment Ramadhan 1426 H tahun 2005 saat di Australia. Saat sholat Idul Fitri di kota Birsbane, kami berjumpa dengan banyak komunitas Indonesia, termasuk mahasiswa/ mahasiswi yang sedang menempuh study lanjut di berbagai kota di Queensland. Dua hal yang kami renungkan adalah betapa ramah dan hangat bersahabatnya sanak saudara kita yang masyarakat biasa dan telah tinggal disana, baik yang karena berumah tangga dengan warga Australia maupun yang bekerja dan mengadu nasib di negeri kanguru. Mereka dengan antusias dan senyum cerah mau berjabat-tangan, bertegur-sapa dan berfoto-ria bagaikan saudara kandung dari jauh yang lama tidak berjumpa sehingga ada rasa kangen yang menggebu. Bahkan kami dijemput oleh salah satu keluarga yang sama sekali belum pernah kenal atau bertemu sebelumya.
Di lain sisi, kami menangkap betapa ‘angkuh’ nya saudara-saudara rekan kita yang mungkin berstatus mahasiswa yang, karena mungkin merasa orang hebat atau merasa orang-orang terpilih dari Indonesia, merasa orang-orang yang nanti akan 'berkedudukan' tinggi di universitas-universitas atau di kantor-kantor berbagai instansi, sehingga mereka nampak enggan dan tidak berminat untuk beramah tamah dengan orang biasa seperti kami. Mereka ‘terlihat’ jumawa sambil mengobrol dan tertawa-tawa penuh ‘ ketinggian’ dengan tangan di pinggang dan didekapkan ke dada dan tidak menghiraukan kami yang merasa berbahagia bila bisa bersilaturahmi dengan siapa saja, apalagi sesama ‘wong’ Indonesia di negeri orang. Ketika persiapan sholat di tanah lapang berumput di luar masjid, sebagai orang desa yang terbiasa dengan gotong royong, kami sibuk membantu dan berakrab ria dengan para ta’mir masjid yang kebanyakan adalah komunitas Timur Tengah untuk menyiapkan tempat, dari mulai menggelar tikar dan mengangkut sound system. Namun, saudara-saudara mahasiswa yang ‘mulia’ itu, bahkan kami tahu dan pernah ‘kenal’ dalam dinas salah satu dari mereka adalah seorang pendidik di salah satu PT swasta di sebuah kota di Jawa Tengah bagian barat, sama sekali tak tergerak untuk melakukan pekerjaan yang mungkin dianggap hina dan tak layak untuk dilakukan oleh tenaga dan tangan-tangan orang-orang penting itu.

2. Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, berkah dan maghfirah. Buka bersama adalah moment yang sesungguhnya dapat mengundang dan menjadi wasilah turunya anugrah-anugrah Illahi tersebut. Dengan silaturahmi, jabat tangan, tegur sapa dan senyum tulus saling bertebaran, apalagi bila dilanjutkan dengan tausiyah, pengajian, sholat atau do’a bersama sungguh akan menambah kesyahduan dan intensitas ibadah siapapun yang berpuasa di bulan mulia ini. Semua menjadi moment indah yang mungkin tak bisa ditemui di bulan-bulan lainnya. Kami menyesal dan mohon ampun kepada Allah SWT apabila yang kami renungkan ini hal yang salah atau dosa.
Dalam dua kesempatan Ramadhan di negeri tulip ini, kami ditakdirkan dan diberi kesempatan membaca ’keanggunan’ buka puasa bersama yang sempat kami alami di aula kantor perwakilan. Kerumunan, keramaian dan antrean panjang dan lama akan terjadi khususnya saat-saat menambil minuman, jajanan dan atau makanan. Kenikmatan dan kebahagiaan berbuka puasa kadang sirna, ...astaghfirullah..., akibat menunggu antrian minum atau makan terlalu lama dan kesabaran kita benar-benar diuji karenanya. Apalagi kalau tiba giliran kita sudah sampai di depan wadah-wadah panganan ’stock’nya sudah habis atau menipis serta antrian masih panjang, aneka-warna rasa menjadi satu, antara ’kecewa’ tidak kebagian dan ’kasihan’ pada orang di belakangnya kalau mereka tidak kebagian ’jatah’.
Walaupun ibadah adalah urusan dan hak pribadi, namun nampaknya ’bibit dosa’ selalu menghantui kami saat hati ini tergelitik dan bathin ini tergoda untuk beburuk sangka saat kami tahu bahwa antrean, keramaian dan kerumunan besar itu hampir selalu tidak ada lagi saat waktu sholat, pengajian/tausiyah dan do’a bersama. Kebersamaan, wajah-wajah ceria penuh senyum dan canda-tawa saat menikmati santapan buka puasa dan kehangatan keakraban yang menyejukan jiwa yang selalu kami rindukan kehadiranya ternyata tidak bisa dinikmati sampai akhir acara ...karena hanya sebagaian kecil saja yang tersisa.... Allah Maha Memberi, Maha Mencukupi dan Maha Mengasihi dan memang dunia selalu baik hati dan bersahabat bagi siapapun yang menginginkannya.

3. Nun jauh di salah satu kabupaten di Jawa Timur di pertengahan bulan Ramadhan tahun ini, ada mahluk 'spesies' manusia yang tega menganiaya rakyat jelata ...kaum faqir miskin papa..., bahkan 'membunuh' puluhan diantaranya akibat tergencet dan terinjak injak oleh kerumunan yang ‘sengaja’ dibuat, dengan kemasan berderma membagi zakat. Tiada kata dan dalih yang layak untuk menggambarkan tragedy ini, kecuali si mahluk yang merasa kaya itu ingin diketahui dan diakui oleh khalayak sebagai hartawan yang dermawan dan agamis. Di qolbunya telah bertahta raja dan pembisik kesombongan dengan senjata jubriyanya ( ujub dan riya ). Baginya, ketenaran, kemashyuran, pengakuan, dan perasaan tinggi-hebat-terhormat adalah puncak kejayaan dan kebahagiaan dunia dan makanan jiwa yang lezat-bergizi yang harus digapai dan dipujanya. Semoga Allah SWT melidungi dan menyelamatkan kami dari penyakit-penyalit hati itu.





den haag, 30-09-08


hambasahaja